Action

Kamis, 17 Januari 2008

Ada Apa Dengan Tempe 1

Tempe, (Akhirnya) Menjadi Barang “Mewah”

Isuk dẽlẽ, sore tempe” (Pagi kedelai, sore tempe)

Mungkin paribahasa ini tidak akan digunakan lagi saat ini, mengingat tempe yang berbahan dasar kedelai kini menjelma menjadi barang mahal dan langka.

Dahulu, tempe merupakan makanan pokok yang selalu ada di meja makan. Ayahku pernah bilang,” Gak po po ora ono iwak pẽthẽk, asal ono iwak tempe isih iso mangan enak” (Tidak apa-apa tidak ada ikan ayam, asal ada ikan tempe masih bisa makan enak). Tetapi sekarang, tempe menjadi sepadan dengan lauk lainnya yang tergolong mahal, seperti ayam atau ikan. Bahkan aku baca di koran banyak pengusaha tempe, khususnya di kota Malang yang terkenal dengan keripik tempenya, gulung tikar alias bangkrut. Hal ini disebabkan mereka tak mampu lagi untuk membeli bahan dasar kedelai karena harganya meroket naik. Dalam waktu tidak ada sebulan, harga kedelai melonjak tajam bahkan hampir 100% kenaikannya. Masalah ini disikapi para pengusaha tempe seluruh Indonesia dengan mengadakan unjuk rasa di depan istana presiden.

Mengapa tempe bisa menjadi begitu mahal?

Photobucket

(Beli tempe seribu perak cuman dapet secuil ini, padahal dulu lumayan banyak)

Konon, pemerintah terdahulu seringkali mengimpor kedelai, khususnya dari Amerika. Sampai sekarang pun, kita masih “ketagihan” dan menjadi kebiasaan untuk terus mengimpornya. Bahkan 60% produksi kedelai kita seluruhnya adalah impor. Kasihan juga petani kita ini. Katanya tanah air kita seperti kolam susu, batang ditancap jadi tanaman. Tapi kita gak pernah merasakannya. Kita ini bangsa yang bodoh atau bego sih? Bangsa kita kan banyak sekali menhasilkan sarjana lulusan pertanian tapi kenapa tetep juga hasil pertanian kita masih impor? Padahal dulu tahun 1992 Indonesia sempet swasembada kedelai lho!

Sekarang, saat lahan untuk tanam kedelai di Amrik berkurang (karena Amrik lebih suka tanam jagung untuk digunakan bioetanol), bangsa kita kelimpungan. Harga dasar kedelai pun jadi melonjak-lonjak. Ketika pemerintah saat ini ditanya mengapa kok bisa jadi begini? Mereka malah menyalahkan pemerintah terdahulu yang katanya kebijakannya salah-lah, kurang perhitungan-lah, apa-lah. (Padahal orang yang buat kebijakannya kan sama saja, cuman ganti chasing doang) Itulah bangsa kita...Sukanya cari kambing hitam daripada solusi. (Kasihan tuh kambing disalahin melulu...)

Alasan lainnya mengapa kok impor adalah karena pemerintah menganggap kualitas kedelai yang dihasilkan oleh petani kita belum cukup bagus. Lebih bagus kedelai impor (ya iya lah). Satu lagi nih penyakit negara kita, pemerintahnya gak pernah mau kasih kepercayaan ama rakyatnya sendiri. Seharusnya, bagaimanapun juga kita harus memberi kepercayaan lebih ama kerja rakyatnya (contoh tuh Jepang!). Lagipula hasil kedelai dalam negeri gak jelek-jelek amat kok.

Memang sih pemerintah kita udah mencari solusi. Seperti mencari alternatif negara lain yang mengekspor kedelai dengan harga agak miring dan menghapuskan bea masuk kedelai sehingga diharapkan dapat menurunkan harga dasar kedelai. Tapi semua solusi ini hanya bersifat sementara (sejenak) dan bahkan solusi ini tidak begitu mempengaruhi harga kedelai (cuman turun 700 perak, neng). Jadi, tetep aja tempe masih jadi barang “mewah”. Ada juga pengusaha tempe yang mencampur tempenya dengan singkong supaya usahanya gak gulung tikar (Ini nih...tempe rasa singkong. Kreatif!)

So, bersyukurlah wahai orang-orang KERE (including me,hehehe...), akhirnya kesampaian juga kita makan makanan mewah...

Thanks to: Jawa pos

Tidak ada komentar: