Action

Selasa, 29 Januari 2008

Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari

Pengalaman Menarik Menjaga Ujian Pasca Sarjana (S2)

Meskipun statusku belum lulus sarjana (S1) tetapi seringkali aku ditugasi oleh profesorku (yang mengajar S2) untuk menjaga ujian. Hal ini disebabkan (mungkin) oleh kedekatanku dengan profesorku itu sehingga beliau seringkali mempercayakanku untuk menjaga ujian, terlebih ketika beliau berhalangan hadir. Apalagi kita berdua memiliki visi yang sama, yaitu sama-sama membenci “kecurangan”, khususnya kecurangan pada saat ujian. Suatu kali, aku ditugasi oleh beliau untuk menjaga ujian para calon magister. Aku sempet canggung juga kala itu. Memang sih, aku seringkali ditugasi untuk menjaga ujian, tetapi itu ujian adik-adik tingkatku. Aku belum pernah menjaga ujian di level yang lebih tinggi dari levelku.

Pertama kali aku mendapatkan tugas itu, aku sempet keder. Aku takut kalo nantinya aku diremehin mereka. Apa kedudukanku sehingga aku berani melarang ketika nantinya mereka berbuat “hal-hal yang tidak diinginkan”?
Seringkali aku mengabaikan pertanyaan itu dan memantapkan hatiku untuk melakukan tugas tugas “mulia” tersebut dengan baik, dengan caraku! Dan inilah pengalamanku selama beberapa kali menjaga ujian pasca sarjana.

Photobucket

Photobucket

Inilah suasana ketika aku menjaga ujian pasca sarjana. Memang terlihat tenang tapi dibalik semuanya itu, banyak terjadi “kemaksiatan”. Mereka yang notabene pekerjaannya adalah guru dan dosen ini, ketika menghadapi ujian, ternyata juga sama saja kelakuannya dengan mahasiswa atau siswanya pada umumnya. Di tengah ujian yang tenang, hampir 50% dari mereka ini pada umeg sendiri, tolah-toleh, nyalin jawaban orang lain (memang sih ada beberapa yang percaya diri sendiri dalam mengerjakan). Ketika semua ini terjadi, aku cuman bisa memelototin mereka (kadang ada juga yang ganti memelototin aku. Jadinya dalam ruangan itu terjadi aksi pelotot-pelototan, hehehe...seru juga!). Aku membiarkan saja semua tindakan mereka ini (sebenarnya sih aku takut menegur mereka, takut kurang ajar ama orang tua, kan umur mereka kebanyakan diatas 30 tahun, hehehe...Alasan aja!)

Aku lebih menerapkan “jalan damai” daripada menegur, yaitu mencatat nama-nama para calon S2 itu dan menyerahkan “catatan kriminal” itu ke tangan profesorku. Biarlah “Yang Berwenang” aja yang mengambil tindakan terhadap mereka (biasanya nilai ujiannya didiskon lumayan gede).

Ada juga lho pengalaman lucunya. Ketika itu ditengah berlangsungnya ujian (yang waktunya udah setengah jalan), ada seorang dari mereka, yang boleh dibilang umurnya udah “matang” banget. Dia tiba-tiba berdiri dan berjalan kearahku sembari berkata,”Mas, sory ya, saya gak bisa ngerjain soal ini. Saya mau pulang aja, permisi!” sambil menyerahkan hasil ujiannya yang “sudah” kosong melompong kepadaku. Nah loh...
Aku cuman bisa berdecak kagum kayak cicak. Ck...ck...ck...

Dari semua pengalaman ini, aku jadi terhenyak (cie...). Bagaimana nantinya nasib pendidikan kita ini jika tenaga pendidiknya aja berbuat “seperti ini”. Jangan salahkan jika mahasiswa atau siswanya mengikutin trend “gurunya”, baik itu ketidakjujurannya dan ketidakbertanggungjawabannya. Jangan heran kalau seringkali mereka membanggakan usaha mereka yang berhasil dalam mencontek. Kalo gak nyontek, gak asyik. Bahkan dalam hati mereka terpampang slogan,”Sekali Mencontek, Tetap Mencontek. Hidup Mencontek!”. Kalo menurutku sih semua “perbuatan” ini merupakan awal dari “lingkaran setan” budaya korupsi yang merajalela di negeri ini. Lha wong sejak kecil aja sudah biasa berbuat curang.

Mau jadi apa bangsa kita tercinta ini kalau begini terus?
Jadi Bangsa “Pencontek” yang tidak pernah kreatif berkarya, hanya terus-menerus mencontek hasil karya bangsa lain?
Pantesan aja negara kita ini sering dibodohi oleh negara asing!

Thanks to: My Prof, Profesor Effendi, yang selalu menginspirasi diriku.


Oh Krupuk...Nasibmu Kian Terpuruk!

Harga Tepung dan Minyak Goreng Melambung, Tukang Krupuk Limbung

Photobucket

Di beberapa media yang kubaca, banyak yang memberitakan mengenai kenaikan tajam harga minyak goreng dan tepung terigu. Heh...inilah nasib rakyat kita kini. Belum sempet menghela nafas setelah dihantam dengan kenaikan harga kedelai, eh sekarang dibogem lagi dengan kenaikan harga tepung dan minyak goreng. Jika kemarin banyak pengusaha tempe yang menangis, sekarang banyak pengusaha krupuk yang meringis.
Oh nasib...ya nasib...Mengapa begini?

“Berita duka” ini tidak hanya membuat gempar rakyat Indonesia pada umumnya, tapi juga membuat “ramai” keluargaku pada khususnya. Ibuku yang doyan banget makan krupuk (beliau bersemboyan, No Krupuk...I Cry...) sempet ngomel-ngomel dengan kondisi per-krupuk-an sekarang ini. Yang ukurannya makin kecil-lah, yang rasanya kurang nikmat-lah, pokoknya banyak banget keluhannya. Ketika aku berusaha memahami perasaan ibuku, aku jadi semakin memahami perasaan tukang krupuk di seluruh Indonesia. Mereka harus susah payah peras otak agar usahanya tidak gulung tikar.

***

What next? Selanjutnya apalagi yang harganya bakalan melambung dan siapa lagi yang bakalan menangis karena usahanya terancam bangkrut?
Aku cuman bisa bertanya...pada rumput yang bergoyang...

Thanks to: Ibunda




Selamat Jalan Pak Harto & Mr.Mack

Akhir Perjalanan dari Bapak Pembangunan dan Bapak Filosofi Kimia UM

Photobucket

Hari Minggu yang lalu, bangsa kita dikagetkan (meskipun ada juga yang gak...) dengan adanya pernyataan bahwa mantan presiden Suharto mangkat! Seluruh masyarakat di negeri ini terhenyak dan terdiam sejenak. Sehari penuh semua stasiun televisi yang ada di negeri ini memberitakan mengenai hal ini. Seluruh acara hiburan yang biasanya mendominasi di hari minggu diganti dengan berita duka ini secara terus-menerus. Pak Harto, orang “kuat” di negara kita ini, seakan-akan telah kehilangan kekuatannya dan mengakhiri perjalanan hidupnya setelah mengalami sakit kritis selama 24 hari lamanya. Sekarang beliau benar-benar lengser keprabon untuk selama-lamanya.

Di hari yang sama pula, di kampusku, ada berita duka pula. Seorang dosen kimia telah meninggal dunia setelah seminggu tak sadarkan diri di rumah sakit RKZ. Beliau bernama Mackinu (mahasiswa yang pernah masuk kelasnya, termasuk diriku, sering menyebutnya Mr.Mack), seorang dosen kimia dengan pengalaman dan pengabdiannya yang tak diragukan lagi. Beliau benar-benar memberikan kesan seorang pendidik yang cerdas dan berwatak cemerlang. Filosofi-filosofinya banyak mempengaruhi para mahasiswa yang pernah dibimbingnya.

Aku memang jarang bertemu dan berkomunikasi dengan beliau, bahkan hampir tidak pernah. Bahkan sampai saat ini, aku hanya sekali mengambil mata kuliah beliau, yaitu Dasar-dasar Sains. Aku memang kurang mengenal beliau, tapi aku memiliki kesan yang mendalam tentang beliau. Seluruh civitas kampus, khususnya jurusan kimia, begitu kehilangan sosok cerdas beliau. Padahal beliau merupakan calon Kepala Jurusan Kimia yang baru. Tapi bagaimanapun rencana manusia, Tuhanlah yang menentukan. Ternyata Tuhan berkehendak lain dan memanggil beliau di usia yang cukup produktif.

Photobucket
(inilah pemakaman Mr.Mack di Desa Landungsari)

Di hari yang sama, dua tokoh penting telah tiada. Di hari yang sama pula (Hari Seninnya), kedua tokoh tersebut dimakamkan dengan waktu yang hampir bersamaan (jam 11-an). Kedua tokoh ini memang berbeda karakter, berbeda jabatan dan berbeda kedudukan. Jika Pak Harto dimakamkan secara “glamour” di Astana Giri Bangun secara kemiliteran dengan dilayat oleh para pejabat tinggi negara, maka Mr.Mack dimakamkan secara “simpel” di sebuah makam desa secara “kedosenan” dengan dilayat oleh para “pejabat tinggi” kampus dan para mahasiswanya yang begitu mencintainya. Jika Pak Harto, semua masyarakat Indonesia mengenalnya, lalu siapa Mr.Mack? Mr.Mack hanyalah seorang dosen sederhana yang mengabdi dalam dunia pendidikan untuk kemajuan masa depan anak didiknya, seperti saya.

Selamat jalan Pak Harto & Mr.Mack!

Thanks to : Mr.Mack yang telah memberikan secuil pengetahuan dan filosofinya kepadaku.

Flexiku semakin Trendy

Penambahan Jaringan (Frekuensi), Menambah Kenyamanan

Photobucket

Beberapa hari yang lalu, aku diajak oleh temenku untuk pergi ke Telkom. Ternyata aku baru tahu kalau kartu flexi dapat ditambah atau diperluas jaringannya. Ketika aku pergi ke Telkom, aku kira akan dikenai biaya perluasan jaringan. Ternyata tidak dikenai biaya sama sekali alias gratis bo...Wah senangnya hatiku kalau ada yang gratisan, hehehe...
Apalagi aku kirain akan memakan waktu berhari-hari eh...ternyata gak sampai 5 menit udah selesai prosesnya. Cepet banget!

Ternyata tidak hanya dapat menambah luas jaringannya, tetapi juga dapat menambah phone memory hingga mencapai 250 item. Khusus untuk yang ini dikenai biaya 5000 perak doang, murah kan! Tapi aku gak ngambil fasilitas ini karena kata mbaknya yang nge-layanin diriku (ceile...ngelayanin...) untuk kartu flexi yang berwarna merah, phone memorynya maksimal udah 250 item. Gak bisa ditambah lagi. Tapi kalau kartu flexi yang warnanya putih itu bisa ditambah.

Sekarang flexiku asyik aja kalau dibuat telepon. Biasanya kalau telepon didalam ruangan sering berbunyi nut...nut...dan kemudian sering signal lost atau kadang suara peneleponnya terdengar putus-putus, gak jelas. Tetapi sekarang, semenjak kuperluas jaringannya, semakin nyaman dibuat telepon, gak ada gangguan.

Flexi semakin trendy,euy... Mohon terus ditingkatkan pelayanannya. Ini bukan iklan lho, tapi saran...

Thanks to : Husni

Selasa, 22 Januari 2008

Suharto Kritis, Cendana Miris

Hitam Putih daripada Bapak Pembangunen

Memang jika ditilik dengan teliti, pembangunan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Pak Harto, presiden kedua RI (dan paling lama...). Orang “kuat” (mungkin karena sering minum jamu kuat lelaki kali yee...) di jaman orde baru sampai sekarang ini memang merupakan tokoh sentral dalam perjalanan bangsa ini. Pak Harto begitu berjasa besar bagi bangsa ini dengan segudang prestasi di masa lampau dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar di mata dunia internasional.

Photobucket
(ini foto daripada Pak Harto yang agak bugar)

Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, Pak Harto juga berdosa besar bagi bangsa ini. Mulai KKN yang merajalela dan membudaya (sampai sekarang), kebijakan ekonomi yang salah (yang mengakibatkan negara ini kaya akan hutang), “pengekangan” demokrasi, sampai kehidupan anak-anaknya yang tak jauh dari korupsi dan tragedi; sehingga semakin menambah penderitaan rakyat banyak, khususnya bagi rakyat kecil.

Aku pernah melihat disalah satu stasiun swasta (kalo gak salah QTV, acaranya bernama Impact dengan anchor Peter F Gonta) mengenai perbincangan dengan penulis buku biografi Pak Harto (aku lupa nama penulisnya, pokoknya seorang wanita). Aku masih ingat, penulis itu mengatakan kalo kesalahan terbesar Pak Harto bagi bangsa ini adalah terlalu menyayangi dan memanjakan anak-anaknya. Inilah yang menjadikan petaka secara tidak langsung bagi bangsa ini.

Lho kok bisa? Menyayangi dan memanjakan anak kok gak boleh?
Boleh, asal bener aja...Masalahnya Pak Harto ini terlalu “memanjakan” mereka dengan cara menempatkan mereka langsung pada posisi direktur di yayasan yang dia bentuk (meskipun ada pula anaknya yang mulai dari bawah). Pak Harto ini memiliki tujuh yayasan (kalo gak salah inget sih...), salah satunya Yayasan Supersemar (biasanya kasih beasiswa pendidikan) yang sekarang ini lagi heboh diusut karena adanya kebocoran dana. Nah, anak-anaknya ini ternyata “belum kuat secara mental” (atau mungkin juga nuraninya emang bejad) sehingga mereka dan kroni-kroninya seringkali menyelewengkan kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri dan ini dibiarkan saja berlangsung oleh ayahandanya (atau memang uda dapat restu demikian, aku juga gak tahu, tebak aja sendiri...). Tapi bagaimanapun juga, Keluarga Cemara, eh...Cendana begitu berterima kasih kepada God Fathernya, yaitu Pak harto, karena jasa beliaulah Cendana menjadi keluarga yang “besar” (baik dari segi materiil sampai segi duit-il juga, hehehe...).

Photobucket
(ini foto daripada Pak Harto yang sedang kritis)

Seperti yang kita lihat beberapa minggu ini, kesehatan Pak Harto lagi naik-turun. Bisa dibilang lagi kritis. Nah, di masa-masa inilah Keluarga Cendana begitu harap-harap cemas. Setiap hari selalu saja ada konferensi pers yang menjelaskan kondisi kesehatan Pak Harto. Anak-anaknya memang harus selalu menyiapkan mental kalo Pak Harto kembali lengser keprabon untuk kedua kalinya (bener-bener lengser dari dunia ini).

Anomali Hukum

Ada Uang Hukum Ditendang, Tak Ada Uang Anda yang Ditendang”

Photobucket

Tragis memang di negara ini, yang menyatakan Negara Hukum, tapi hukum malah diperjualbelikan. Tulisan ini aku buat karena aku begitu gemes dengan praktek hukum yang kian tidak transparan dan tidak masuk akal di negeri ini. Aku seringkali kena incaran para polisi yang mencari duit dengan cara mencari-cari kesalahan. Untung saja (untung atau buntung yee...) aku ini orang yang taat hukum (gak mau dengan “jalan damai”, mending ditilang). Tapi ternyata aku salah, di pengadilan pun juga ada calonya yang menerapkan praktek “jalan damai”. Kalo uda begini, aku sebutin satu nama yang berkuasa, yaitu Pak Lukman, bokapku (Soalnya banyak pegawai kepolisian yang sering benerin motor ke bengkel bokap, hehehe...). Meskipun ini dapat dikategorikan kolusi, habis mau bagaimana lagi, pengadilan kita kan ngikutin UUD (Ujung-Ujungnya Duit).

Aku jadi inget di Ponorogo ada seorang ayah yang begitu membutuhkan duit buat anak bininya sehingga dia nekat mencuri uang 6000 perak dari warung pangsit. Tapi na’as, dia ketahuan pemilik dan dituntut sehingga dia dipenjara enam bulan.
Bandingin dengan para pejabat kita yang korup, yang mencuri uang ratusan jeti. Dia cuman dipenjara beberapa hari. Cuman bayar uang jaminan, bebas deh...
Emang sih, dosanya sama, tapi dilihat dari segi logika, bener-bener gak masuk akal.

Aku juga pernah baca di media, ada seseorang yang melapor mengenai suatu pembajakan yang terjadi. Dia menuntut polisi dan kejaksaan untuk menindaklanjuti laporannya itu. Tapi, polisi dan kejaksaan tidak juga mengurus laporannya. Ketika dia bertanya kenapa kok tidak ditindaklanjuti, mereka menjawab harus ada “LP-nya”. Dia mengira LP itu adalah Laporan Perkara dan dia merasa sudah membuatnya. Tapi kemudian mereka bilang LP itu adalah ”Lauk Pauk” alias uang pelicin. Nah lho...duit lagi,duti lagi...Capek deh...

Aku jadi salut ama pertunjukkan monolognya Butet Kertarajasa alias SBY (Si Butet Yogya) yang berjudul Sarimin. Disitu juga dibeberkan dosa-dosa dan kebusukan para penegak hukum yang ada kebanyakan di negara kita. Dan aku rasa, memang itulah sebagian besar gambaran nyata yang terjadi pada hukum di negara kita. Aku juga masih inget nasihatnya,”Karena kamu benar maka kamu salah”.

Tulisan ini dibuat tidak untuk semakin menjatuhkan hukum, tetapi mengingatkan kembali keadilan hukum yang sebenarnya, yang telah diselewengkan oleh para penegak hukum.




Suporter Anarkis!

Sisi Kelam Persepakbolaan Indonesia dan Dunia

Photobucket

Hujan peluru di negri Itali, Hujan batu di negri sendiri

Itulah gambaran yang terjadi dalam aksi kerusuhan para suporter sepakbola. Kita tentu masih ingat, di Italia seorang polisi tewas mengenaskan yang disebabkan oleh ulah suporter yang berujung pada aksi anarkis. Masih ingat juga kan kematian seorang Laziale, suporter Lazio karena tembakan polisi dalam suatu kerusuhan antar suporter di kota Roma. Semua kejadian memilukan ini langsung ditanggapi oleh pemerintah Italia dengan menggelar rapat istimewa untuk membahas aksi anarkis para suporter.

Masih hangat pula berita kerusuhan yang terjadi di Lapangan Brawijaya, Kediri dimana Aremania “mengamuk” karena wasit yang bertindak tidak adil. Ironis memang karena Aremania musim lalu ditahbiskan sebagai suporter terbaik di Indonesia. Tapi sekarang namanya tercoreng gara-gara oknum Aremania tak bertanggung jawab.

***

Suporter memiliki arti orang yang mendukung suatu lembaga. Jadi tugasnya adalah mensuport, menyemangati, memberikan dukungan kepada suatu tim (kasusnya dalam olahraga) yang dibela dan dibangga-banggakan.

Aku juga seorang suporter sepakbola. Aku menggandrungi tim kotaku yaitu Arema. Tapi jujur aja aku belum pernah nonton langsung di stadionnya, baik di Gajayana maupun Kanjuruhan. Soalnya ku takut kalo-kalo ada kerusuhan, bisa-bisa wajahku yang tampan ini kena lempar batu nyasar lagi, hehehe...Dulu sih pernah aku nonton sepakbola di stadion, tapi itu dulu waktu usiaku masih 5 tahun, itu aja diajak ama bokap yang juga gilbol. Karena itu, mendingan nonton di TV, lebih nyaman, dengan ditemani camilan dan segelas kopi hangat. Gak kepanasan, gak keujanan, apalagi kena timpuk batu...Gak la yauw...